Proses Pembentukan
awal Kerajaan Samudera Pasai
Kerajaan Samudra Pasai berdiri sekitar abad 13 oleh
Nazimuddin Al Kamil, seorang laksamana laut Mesir. Pada tahun 1238 M, ia
mendapat tugas merebut pelabuhan Kambayat di Gujarat yang dijadikan tempat
pemasaran barang-barang perdagangan dari timur. Nazimuddin al-Kamil juga
mendirikan satu kerajaan di Pulau Sumatera bagian utara. Tujuan utamanya adalah
untuk dapat menguasai hasil perdagangan rempah-rempah dan lada. Beliau kemudian
mengangkat Marah Silu menjadi Raja Pasai pertama dengan gelar Sultan Malik Al
Saleh (1285 – 1297).
Keberadaan kerajaan ini juga tercantum dalam kitab Rihlah
ila l-Masyriq (Pengembaraan ke Timur) karya Abu Abdullah ibn Batuthah
(1304–1368), musafir Maroko yang singgah ke negeri ini pada tahun 1345.
Kesultanan Pasai akhirnya runtuh setelah serangan Portugal pada tahun 1521. Makam
Nahrasyiah Tri Ibnu Battutah, musafir Islam terkenal asal Maroko, mencatat hal
yang sangat berkesan bagi dirinya saat mengunjungi sebuah kerajaan di pesisir
pantai timur Sumatera sekitar tahun 1345 Masehi. Setelah berlayar selama 25
hari dari Barhnakar (sekarang masuk wilayah Myanmar), Battutah mendarat di
sebuah tempat yang sangat subur. Perdagangan di daerah itu sangat maju,
ditandai dengan penggunaan mata uang emas. Ia semakin takjub karena ketika turun
ke kota ia mendapati sebuah kota besar yang sangat indah dengan dikelilingi
dinding dan menara kayu.
Namun Berdasarkan Hikayat Raja-raja Pasai, menceritakan
tentang pendirian Pasai oleh Marah Silu, setelah sebelumnya ia menggantikan
seorang raja yang bernama Sultan Malik al-Nasser. Marah Silu ini sebelumnya
berada pada satu kawasan yang disebut dengan Semerlanga kemudian setelah naik
tahta bergelar Sultan Malik as-Saleh, ia wafat pada tahun 696 H atau 1297 M.
Dalam Hikayat Raja-raja Pasai maupun Sulalatus Salatin nama Pasai dan Samudera
telah dipisahkan merujuk pada dua kawasan yang berbeda, namun dalam catatan
Tiongkok nama-nama tersebut tidak dibedakan sama sekali. Sementara Marco Polo
dalam lawatannya mencatat beberapa daftar kerajaan yang ada di pantai timur
Pulau Sumatera waktu itu, dari selatan ke utara terdapat nama Ferlec (Perlak),
Basma dan Samara (Samudera).
Pada pemerintahan Sultan Malik Al Saleh masih belum terlihat
tanda-tanda kejayaan yang signifikan, namun pada pemerintahannya setidaknya
kerajaan Samudra pasai merupakan kerajaan yang besar dari wilayah Aceh
sendiri. letak kerajaan Samudra Pasai kurang lebih 15 Km disebelah
timur Lhoukseumawe, Nangroe Aceh. Diapit oleh sungai besar yaitu sungai Peusungan dan
sungai Jambo Aye, jelasnya Kerajaan Samudra Pasai adalah daerah aliran sungai
yang hulunya berasal jauh ke pedalaman daratan tinggi Gayo Kab. Aceh
Tengah. Letaknya yang sangat strategis membuat Samudra pasai menjadi
kerajaan yang besar dan berkembang pesat pada zaman itu.
Pemerintahan Sultan Malik as-Saleh kemudian dilanjutkan oleh
putranya Sultan Muhammad Malik az-Zahir dari perkawinannya dengan Ganggang Sari
putri Raja Perlak. Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Malik az-Zahir, koin
emas sebagai mata uang telah diperkenalkan di Pasai, seiring dengan
berkembangnya Pasai menjadi salah satu kawasan perdagangan sekaligus tempat
pengembangan dakwah agama Islam. Kemudian sekitar tahun 1326 ia meninggal dunia
dan digantikan oleh anaknya Sultan Mahmud Malik az-Zahir dan memerintah sampai
tahun 1345. Pada masa pemerintahannya, ia dikunjungi oleh Ibn Batuthah,
kemudian menceritakan bahwa sultan di negeri Samatrah (Samudera) menyambutnya
dengan penuh keramahan, dan penduduknya menganut Mazhab Syafi'i.
Dalam kisah perjalanannya ke Pasai, Ibnu Battutah
menggambarkan Sultan Malikul Zhahir sebagai raja yang sangat saleh, pemurah,
rendah hati, dan mempunyai perhatian kepada fakir miskin. Meskipun ia telah
menaklukkan banyak kerajaan, Malikul Dhahir tidak pernah bersikap jemawa.
Kerendahan hatinya itu ditunjukkan sang raja saat menyambut rombongan Ibnu
Battutah. Para tamunya dipersilakan duduk di atas hamparan kain, sedangkan ia
langsung duduk di tanah tanpa beralas apa-apa.
Selanjutnya pada masa pemerintahan Sultan Ahmad Malik
az-Zahir putra Sultan Mahmud Malik az-Zahir, datang serangan dari Majapahit
antara tahun 1345 dan 1350, dan menyebabkan Sultan Pasai terpaksa melarikan
diri dari ibukota kerajaan.
Pada awal abad ke-16 mungkin masa memuncaknya kerajaan
Samudra Pasai sebagaimana diberitakan oleh Tome Pires (1512-1515) tengah
mengalami berbagai kemajuan dibidang politik pemerintahan, di bidang keagamaan,
terutama di bidang pertanian dan perdagangan.
(Soejono,R.P&Leirissa,R.Z,2008:23), adapun Pasai yang selalu menjalin
hubungan persahabatan dengan kerajaan lain, seperti Malaka yang saat itu Malaka
menjadi pusat perdagangan Dunia, yang diikuti pula pernikahan antara raja-raja
malaka dengan para putri Pasai (Gade Ismail, M.1997:28).
Tome Pires menceritakan tentang hubungan antara Pasai dan
Malaka,terutama pada masa pemerintahan Saquem Darxa yang dapat disamakan dengan
nama sultan Iskandar Syah raja kedua Malaka.
(Soejono,R.P&Leirissa,R.Z,2008:23).
Kemajuan kemajuan
Kerajaan Samudera Pasai Pada Masa Kejayaannya Sekitar Awal Abad ke 16 antara
lain:
1. Perdagangan
Yang merupakan perdagangan internasional, Pasai mempunyai Bandar-bandar
yang dapat menjadi persinggahan para pedagang asing dan mereka juga membayar
uang pajak untuk Pasai
2. Pelayaran
Sebagai kerajaan maritime, pastinya Pasai mempunya
keunggulan dalam bidang pelayaran dan nelayan. Maka dari itu masyarakat Pasai,
mayoritas ialah nelayan.
3. Perekonomian
Merupakan salah satu kemajuan Pasai dalm meraih kejayaannya,
dan perekonomian Pasai telah terbantu dengan adanya perdagangan dan pelayaran,
serta pajak dagang yang dikenakan bagi pedagang,
4. Hubungan internasional dan politik
Merupakan keterkaitan, yakni terjadi pula politik
pernikahan, yang dilakukan oleh sultannya.
Relasi dan Persaingan
Kesultanan Pasai kembali bangkit dibawah pimpinan Sultan
Zainal-Abidin Malik az-Zahir tahun 1383, dan memerintah sampai tahun 1405.
Dalam kronik Cina ia juga dikenal dengan nama Tsai-nu-li-a-pi-ting-ki, dan
disebutkan ia tewas oleh Raja Nakur. Selanjutnya pemerintahan Kesultanan Pasai
dilanjutkan oleh istrinya Sultanah Nahrasiyah.
Armada Cheng Ho yang memimpin sekitar 208 kapal mengunjungi
Pasai berturut turut dalam tahun 1405, 1408 dan 1412. Berdasarkan laporan
perjalanan Cheng Ho yang dicatat oleh para pembantunya seperti Ma Huan dan Fei
Xin. Secara geografis Kesultanan Pasai dideskripsikan memiliki batas wilayah
dengan pegunungan tinggi disebelah selatan dan timur, serta jika terus ke arah
timur berbatasan dengan Kerajaan Aru, sebelah utara dengan laut, sebelah barat
berbatasan dengan dua kerajaan, Nakur dan Lide. Sedangkan jika terus ke arah
barat berjumpa dengan kerajaan Lambri (Lamuri) yang disebutkan waktu itu
berjarak 3 hari 3 malam dari Pasai. Dalam kunjungan tersebut Cheng Ho juga
menyampaikan hadiah dari Kaisar Cina, Lonceng Cakra Donya.
0 komentar:
Posting Komentar